Sejarah KAHMI, Peran dan Dinamika Perjalanannya

Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) didirikan pada 17 September 1966 di sela-sela Kongres VIII HMI yang berlangsung di Kota Solo, Jawa Tengah.

Kongres ini memiliki makna sejarah yang mendalam, mengingat saat itu HMI berada dalam tekanan politik yang cukup kuat.

Kongres VIII HMI: Momentum Bersejarah di Tengah Ancaman

Kongres VIII HMI di Solo merupakan salah satu kongres paling monumental dalam sejarah HMI.

Solo saat itu dikenal sebagai basis Partai Komunis Indonesia (PKI), dan HMI sendiri dianggap sebagai organisasi kader yang dapat menghambat langkah komunis untuk berkuasa.

Bahkan, Ketua CC PKI DN Aidit pernah menyatakan dalam perayaan 45 Tahun PKI di Istora Senayan, Jakarta, pada 28 September 1965, bahwa HMI harus dibubarkan.

Situasi semakin pelik karena sebelum peristiwa G30S/PKI, Wali Kota Solo dijabat oleh Utoyo Ramelan, seorang tokoh berlatar belakang komunis yang dikenal dengan kebijakannya, termasuk pendirian lokalisasi “Silir” pada tahun 1958.

Tekanan terhadap HMI semakin besar, namun organisasi ini berhasil bertahan dari konflik ideologi yang terjadi di dekade 1960-an.

Di tengah kondisi tersebut, Kongres VIII HMI tetap berlangsung. Untuk menjaga keamanan para peserta, mereka diinapkan di rumah-rumah penduduk agar lebih mudah berbaur dan menghindari perhatian dari pihak-pihak yang tidak menginginkan keberadaan HMI. Kongres ini diselenggarakan di Wisma Batari, Jalan Slamet Riyadi, Solo.

Dalam kongres tersebut, Nurcholish Madjid atau Cak Nur terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar HMI (PB HMI).

Ia kemudian terpilih kembali di Kongres IX di Malang, menjadikannya satu-satunya Ketum PB HMI yang menjabat selama dua periode. Cak Nur sendiri menyebut terpilihnya kembali sebagai “sebuah kecelakaan sejarah.”

Lahirnya KAHMI: Wadah Kekeluargaan Alumni HMI

Di tengah dinamika kongres, muncul gagasan untuk membentuk wadah yang dapat menaungi para alumni HMI yang sudah tersebar di berbagai bidang.

Pada tahun 1966, HMI masih berusia 19 tahun, tetapi para alumninya sudah memiliki peran yang cukup signifikan, baik di pemerintahan, dunia pendidikan, jurnalistik, hingga kesenian.

Hasrat untuk membentuk wadah tersebut kemudian diwujudkan dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alumni HMI yang diadakan bersamaan dengan Kongres VIII HMI di Solo pada 10-17 September 1966. Pada 15 September 1966, Munas Alumni HMI mendeklarasikan pembentukan Korps Alumni HMI (KAHMI), yang kemudian disahkan secara resmi pada 17 September 1966.

Pada awalnya, KAHMI berfungsi sebagai badan khusus HMI yang menjadi tempat informasi serta wadah konsultasi bagi HMI setempat. Namun, seiring waktu, KAHMI mengalami berbagai dinamika organisasi yang membuatnya berkembang lebih mandiri.

Perubahan Status KAHMI dan Pembentukan Presidium Nasional

Pada tahun 1987, KAHMI secara resmi memutus hubungan organisatorisnya dengan HMI dan menjadi organisasi kemasyarakatan (ormas) tersendiri.

Keputusan ini diambil karena KAHMI telah berkembang sebagai lembaga yang memiliki peran lebih luas di luar HMI. Sejak saat itu, KAHMI membentuk Presidium KAHMI Nasional yang berkantor di Jalan Johar, Menteng, Jakarta Pusat.

Saat ini, KAHMI tingkat pusat dikenal sebagai Majelis Nasional KAHMI, dengan sekretariat yang berlokasi di Jalan Turi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Perjalanan KAHMI diwarnai dengan pasang surut serta berbagai dinamika yang mengikuti perubahan zaman.

Meski awalnya lahir dari rahim HMI, KAHMI kini menjadi organisasi independen yang tetap menjaga semangat perjuangan kader Hijau Hitam dalam berbagai bidang kehidupan.

Dalam berbagai era kepemimpinan nasional, alumni HMI yang tergabung dalam KAHMI terus memberikan kontribusi di berbagai sektor.

Di dunia birokrasi, politik, akademik, jurnalistik, hingga kewirausahaan, nama-nama alumni HMI kerap muncul sebagai tokoh-tokoh penting.

Penutup

Sejak didirikan pada tahun 1966, KAHMI telah berkembang menjadi organisasi yang mewadahi para alumni HMI dalam berbagai peran strategis di masyarakat.

Perjalanan panjangnya dari sekadar badan khusus HMI hingga menjadi ormas mandiri mencerminkan ketahanan dan adaptasi organisasi ini terhadap perubahan zaman.

Dengan semangat kebersamaan dan intelektualitas yang terus dijaga, KAHMI tetap menjadi salah satu kekuatan penting dalam membangun bangsa, melahirkan pemimpin-pemimpin yang berintegritas, serta menjaga nilai-nilai Islam dan kebangsaan dalam kehidupan bernegara.